Koreansan 6
Setelah selesai semua devisi memaparkan semua programnya, kami semua diberikan waktu untuk istirahat siang, dan disajikan makan siang di lantai bawah di ruang utama pimpinan, disana tersedia ruangan yg cukup luas dan ada pentry yang indah dan nyaman, dihiasi taman dalam ruangan, biasanya makanan yang disajikan menu dari Indonesia dan Korea.
Aku tidak segera ke lantai dasar, tapi segera mencari Desi, sekretaris pak Hendro, aku penasaran ingin tau nama para pimpinan cabang yang tadi dikenalkan namun aku belum terlalu familiar dengan nama mereka. " Kak.., kak Desi boleh liat notulen rapat tadi? Tanyaku pada Desi, ya aku memanggilnya kakak, karena beliau karyawan lama di pergrusahaan ini.
Desi melihatkan isi notulen dan aku membacanya sepintas, ada 3 nama yang dicatatnya 1. Baek Hyeon, 2. Beom Seok ,3. Chin Hae .
Aku bertanya pada Desi, siapa saja nama mereka, Desi menjelaskan padaku satu persatu pemilik nama tersebut, ternyata si kucel yang mau coba coba bahasa Indonesia bernama Baek Hyeon , sedangkan Beom Seok lelaki kekar yang memakai kacamata minus, yang setiap berbicara mengerjapkan matanya, dan beliau pimpinan cabang perusahaan di Kalimantan, sedangkan Chin Hae yang bertubuh kekar dan berwajah beku, tanpa senyum merupakan pimpinan cabang Jakarta.
" Kak Desi, Baek Hyeon pimpinan cabang di wilayah kita ya kak?" Tanyaku pada Desi. Desi menatapku, sambil menggelengkan kepalanya, " tadi belum dikenalkan jika beliau pimpinan cabang kita Lia, mungkin nanti setelah makan siang diperkenalkan, gak sabar amat kamu" Desi nyeletuk ketika aku ingin penjelasan.
Iiiih, bukan begitu kak, aku kan harus tau jangan sampai salah menempatkan diri kaaaak," jawabku sedikit manja, ya..kak Desi sudah kuanggap bagaikan kakakku, dia selalu memanjakan aku dengan bontot makanan yg dibawanya dari rumah, dan selalu ada satu paket u ku, dia hobi memasak, dan akulah penerima utama hasil masakannya, dan yang menghabiskannya tentu saja si Ira.
Aku merasa sudah cukup mendapatkan informasi dari kak Desi, aku segera mengemas mejaku, kurapikan not book ku dan kuteguk air mineral yang tersisa di gelasku, aku meninggalkan ruangan menuju lantai dasar untuk santap siang.
Aku dan Desi berjalan beriringan menuju pintu lift kami akan ke lantai dasar untuk makan siang bergabung dengan yang lain. Ira dan Dini sudah bergabung dengan manajer dan tim nya di lantai bawah. Ya, kami berteman secara profesional,hahahaha ungkapan ini selalu aku ucapkan pada saat bercanda maupun serius dijam kerja, ada- ada saja istilah yang terungkap ketika kami berkumpul. Maksudnya berteman secara profesional merupakan ungkapan ketika kami bekerja maka kami akan serius dalam bekerja dan akan mengabaikan pertemanan, kerjakan tugas dan tanggung jawab masing masing, tunjukkan kinerjamu, karena kami beda devisi. Namun jika jam istirahat atau tidak mengerjakan sesuatu pekerjaan yang membutuhkan waktu dan energi full dan ada waktu lowong, maka satu gedung ini akan nyeletuk kami “tiga dara dimana-mana” hihihihihi. Karena kemana mana selalu bertiga.
Tepat pukul 12 aku dan Desi menapakkan kaki di lantai dasar dan menuju ruang makan siang, dan aku melihat Mr. Song Dhu Koen duduk di ujung meja makan yang berbentuk oval dengan di dampingi rombongan kecilnya dan pak Hendra serta bu Koen, Kepala HRD kantor kami, tampilan yang selalu anggun dengan rok di bawah lutut, rambut yang selalu tertata rapi, diikat dan terkadang digelung menyurupai siput, dan selalu mengenakan batik, tampilan ibu- ibu dari tanah jawa.
Dan bu Koen selalu memegang erat tradisi dari leluhur, dan aku salut akan pendiriannya memelihara budaya nenek moyangnya.
Aku mengamati siapa saja yang sudah memenuhi meja makan, karena aku dan Desi terlambat, tentu akan mencari meja kosong yang tersisa. Nah, tu..ada meja yang belum berpenghuni meja bundar dengan 3 kursi, dan aku menunjukkan keberadaan meja tersebut pada Desi, dan kami berjalan menuju meja tersebut.
Aku tidak begitu memperhatikan, ternyata di atas meja sudah tersaji salad buah dan segelas lemon tea dingin, namun si pemiliknya tidak nampak. Kak Desi melihatku sambil mengerling sajian salad yang terlatak di atas meja, bahasa isyaratnya ini meja sudah punya orang? Begitu kira kira, aku hanya bilang “duduk sajalah”. Kami berdua duduk sambil meletakkan hand bag di kursi, dan mulai menuju meja yang menghidangkan deretan masakanan Korea dan masakan Padang, kamu tinggal pilih, maunya apa.
Aku masih susah menerima masakan asing, walaupun beberapa temanku menyukai beberapa maskan Jepang, Korea, dan aku masih lidah indonesia, doyan terasi, sayur asam, oseng teri kacang, goreng tempe dan sejenisnya. Aku memilih masakan padang, aku ambil sedikit nasi, gulai nangka dan dendeng serta sambal tanak lado hijau. Kak Desi mengambil buah dan salad sayur dan porsinya kulihat berlebih, berarti dia mengambilkan untukku,agar meyakinkan kutanya padanya, Kak Desi itu untuk kita berdua dengan kode bibirku sedikit manyun,,hihihihi dia tersenyum,,,iyaaa,,,iyaaa. Dan jawaban itu sudah cukup bagiku.
Aku berjalan ke meja yang kami pilih dan ternyata si pemilik salad buah sedang duduk menyatap makanannya sambi membuka smart phone dihadapanya sedikit menunduk, tidak begitu jelas siapa dia. Dan aku tau dari postur tubuhnya dia bukan teman sekantor yang biasa kutemui.
Aku berbasa - basi dengan menyapa “Hi, excuse me, may I join you at this dining table wit you?” Pria itu mengangkat wajahnya, tanpa senyum, dan menjawab, “ Ok, silahkan, saya juga sendiri, kamu yang tadi bernama Lianita bukan?” aku hanya terpana melihat bekunya mata pria ini Mr. Chin Hae , si beku, tanpa senyum dan membrondongku dengan pertanyaan yang membuatku melongo..
hahaha,,bahasa Dini jika melihat aku terpana sambil mebuka bibirku setengah terbuka.I..iya Mister jawabku tergagap, “boleh saya duduk?” tanpa dijawabnya aku duduk dan meletakkan piringku yang berisi makanan, dan dari ekspresinya aku tau dia tak akan menjawabnya. Mataku mencari kak Desi, lama benar dia memilh makanan. Aku mulai menyuap nasi ke mulutku dan tentu saja kudahului dengan doa. Aku makan terbiasa menggunkan jemariku, dan kebiasaan ini aku pertahankan, dan aku ingin dapat pahala, sunah Rosulkan?
Aku melanjutkan makan, pada suapan ke dua kak Desi baru menggeserkan kursi untuk duduk disampingku. Matanya melihat pria yang menekur di meja sambil mengutak-atik Hpnya. Desi menyondongkan tubuhnya sambil berbisik, “apa kita gak salah tempat duduk Lia?”…Ssssstt kuletakkan ibu jariku di bibir,mengisyaratkan pada Desi untuk tidak melanjutkan pembicaraan. Kuberi kode agar dia membaca WhatsAppnya, dan aku mengetik dengan cekatan, bahwa Mr. Chin Hae , bisa dan paham berbahasa Indonesia, jadi jangan sampai salah cakap, dan kulihat kak Desi mengangguk setelah membaca pesan ku. Kami makan dengan saling memandang ,kaku. Aku lupa menyapa si Beku,.. maaf Mr. Chin, mari makan, sapaku, kak Desi mengangguk sebagai sapaan hormat kami. Dia hanya melihat dan mengangguk tanpa kata sepatahpun, senyum? Apa lagi!..
Benarkan??? Dia beku, gumamku dlam hati. Kami menyelesaikan makan siang tanpa bersuara, dan siang hari ini selera makanku hilang, benar- benar tak ada selera makanku.
“Permisi Mr. Chin, kami duluan meninggalkan meja ini, mau kembali ke ruang rapat,Sapa Desi dengan santun.
Kamu tau reaksinya? Dia hanya menatap kak Desi dan aku secara bergantian, dan mengangguk” yap, silahkan” titik, tanpa senyum ataupun sekedar basa - basi pada karyawannya. Aku dan kak Desi berjalan tanpa melihat lagi pada si Beku.
Sebelum meninggalkan ruangan ,Aku meihat Dini ,Ira duduk berempat dengan Riko dan David anak keuangan.Di meja Utama kulihat bu Kun, pak Hendro dan Mr. Song Dhu Koen asik berbicara dengan serius. Semua masih asik makan dan ngobrol, hanya aku dan kak Desi yang sudah menyelesaikan makan siang. Makan siang yang beku, karena duduk bersebelahan dengan Mr. Chin Hae.
“Kak, ke meja Ira bentar yok, “ sapa ku pada kak Desi. Belum sempat dia menjawab, aku sudah menarik tangannya mendekati meja Ira dan Dini.
"Hei,,, kelewatan yah” kataku pada mereka.
“Kalau mau makan aku ditinggal, tapi kalau lembur ngajak aku”. Gerutuku pada mereka.
‘Heii, non, kita teman profesional lho!’ jawab Dini dengan gelegar suaranya..dan kami tertawa bersama dengan suara tertahan, kami menyadari ruangan ini penuh dengan petinggi perusaahan.
“Sabtu, nonton yuk” ajak Ira. Aku serta merta mengangguk dan diikuti anggukan Dini dan kak Desi.
“ Sekalian temani aku ke Toko buku, pintaku pada mereka.” Dini membelalakkan matanya padaku, “Bah! buku yang kamu beli minggu lalu sudah dibaca semua?” tanya Dini. Aku hanya tersenyum saja, dan dia sangat tau aku boros dalam membeli buku. Dan sebahagian buku itu juga belum ku baca.
Obrolan kuhentikan ketika aku merasa ada sesuatu atau apalah yang membuat aku merasa tidak nyaman, aku merasa diamati, oleh siapa? Aku juga tidak tau, hanya feelingku, perasaanku saja… dan biasanya firasat ini selau benar. “ Lho, kok bengong non, mulai deh alam bawah sadar menerawang” ucap Ira sambil menahan tawa, jika dia menahan tawa, maka tubuhnya akan berguncang dan kutahan tawaku.
Dini menatapku penuh khawatir. “ napa Mak? Tanyanya padaku. “Gak ah, tak ada apa-apa, Cuma keselek” jawabku, sambil menarik tangan Kak Desi melintasi ruangan makan yang megah itu.
Aku berjalan menuju pintu keluar ruangan makan ini tanpa memperhatikan sekelilingku, hampir aku menabrak vas bunga kristal besar yang dipajang pada ruangan ini.” Awas!” suara berat menahan langkahku dan kurasakan tarikan pada lengan atasku, mendekati bahuku. Aroma Bulgari Extreme terhidu olehku, aku shok, mataku berkunag-kunang. Merasa cemas, andaikan vas bunga kristal itu jatuh dan pecah. Hadeeeeh, berapa duit yang harus aku keluarkan untuk menggantinya.
Aku merasakan pegangan di bahuku mulai mengendur, dan aku baru menyadari. Hampiiir lagi. Dan hari ini dua peristiwa yang sama, vas bunga yang tersenggol karena kecerobohanku, yang pertama di lantai lima di ruang galeri lukisan, dan yang kedua, barusan kualami di ruang makan ini.
Aku mengibaskan lenganku secara reflek, dan pegangan itupun terlepas, aku mendongakkan kepalaku untuk melihat pemilik suara berat yang telah menahan lenganku dan memegang vas bunga.
“Next time, you have to walk more carefully, it wiil be dangerous for all”. Dan dia berjalan meninggalkanku yang masih terpana dengan kejadian barusan. Aku hanya melihat punggungnya yang terbungkus kemeja hitam dan celana jins berjalan meninggalkan ruangan makan dan melintasai lobi menuju lift. Suara berat itu menasehatiku dengan bahasa Inggris yang fasih. Kak Desi masih melihatku dengan penuh was-was.
‘Kamu ni Lia, kalau jalan lihat -lihat laaah, ini main sambar saja, untung vas bunga itu tidak jatuh dan pecah.” omelan kak Desi sepanjang jalan di koridor lobi kantor menuju lift. Aku hanya terdiam dan tetap berjalan, seolah-olah itu hal biasa.
“kak, siapa yang nahan vas bunga tadi tu?” Tanyaku pada kak Desi.
“Sakit lho lenganku dicengkramnya, awaslah, kalau lebam” omelanku sambil mengusap lengan kananku yang terasa sedikit pegal.
“Kamu bukannya berterimakasih sudah ditolong, malah ngancam” kalau tidak ada dia, bisa jadi vas bunga kristal itu pecah dan melukaimu, dan aku Lia…” jawab kak Desi sedikit emosi, aku hanya nyegir,” maaf kak” jawabku.
Kami berdua berjalan beberapa depa menuju pintu lift, Sekurity mempersilahkan kami naik ke lantai 5.
Ada rasa bersalah dan penasaran,,, ya, penasaran dengan firasatku selalu merasa diawasi dari kejauhan, siap sih yang membuat aku kalang kabut begini? Siapa sih yang mencengkram lenganku? Suara berat dan aroma Bulgari extreme dan mata beku? Semua berkecamuk dalam dugaan ku...
" Heiii liaaaa, belok keri, ke ruang rapat, kamu mau kemana? " Tanya Desi sewot...hahaha aku hanya tertawa..okeeeh, belok kiri grak..kami sampai di ruang rapat,..dan masih kami berdua di dalam ruangan ini...(Lasiakabran)
Posting Komentar untuk "Koreansan 6"