Rumit 5
Cukup lama aku menunggu di ruang tamu dengan Darmi, bagaikan pasien menunggu di ruang antrian. Mala Langit berdiri dan membuakakan pintu mengantarkan tamunya melintasi ruang tunggu yang kududuki. Mata indahnya menatapku sepintas dan tarikan senyumnya menyejukkan gerah kesalku. Beberapa saat kemudian dia kembali ke ruangan, meminta maaf karena harus melayani tamu yang akan mengontrak gedung di Lantai 5 untuk kantor perusahaan dari Jepang.
Aku menyerahkan kunci mobilnya, kutawarkan untuk cek kondisi pintu
mobilnya yang sudah kembali seperti semula. Kami berjalan menuju parkiran di
lantai dasar, Darmi dengan supel menanyakan kabar anak- anak Langit yang
beranjak remaja, sepertinya mereka karib, sangat dekat. Aku hanya diam dan
mendengarkan percakapan mereka berdua.
Sesampai di parkir, diusapnya pintu mobil yang membuat dia marah padaku, ada senyum bahagia, wajahnya berpaling menatapku, ucapan terimakasih dengan senyum tipisnya, melihatkan deretan gigi yang rapi. Aku berusaha berpaling, rasa kesalku yang terpelihara dengan keangkuhanya pupus melihat senyum cerianya. Kekakuanku buyar ketika Darmi menghela pembicaraan untuk makan siang di rumah makan Melayu, dan aku berharap dia tidak menolak ajakan Darmi. Betul dugaanku, dia menolak dengan halus, hari Kamis dia puasa. Wajahnya dialihkan kepadaku, menanyakan dimana alamat bengkel yang memperbaiki pintu mobilnya, karena dia rasakan pintu mobil itu masih tidak rata, dan ada lekukan yang dirasakannya. Yaa ampuun! sepeka itukah jarinya menyentuh lekukan pintu mobilnya? (Laisa Kabran)
Posting Komentar untuk " Rumit 5"