Diammu memendam cinta
Puluhan tahun kisah ini tersimpan rapi dari bibirnya yang menghitam karena rokok. Senyumnya masih yang sama, kelihatan garis wajahnya pada saat muda, dan aku tidak lupa dengan tarikan garis matanya yang sipit.
Aku bergumam sambil berjalan meninggalkan koridor rumah sakit tempat aku bertugas, mataku nanar melihat tubuh jangkungnya pada saat menyambut kedatanganku di kamar rawat inap yang sederhana, namun di kota kecil ini bangsal rumah sakit kelas C sudah sangat layak dan pantas.
Ya... Aku bingung memulai kisah ini dari mana, tanpa kusadari debar jantungku berpacu seiring mataku mulai berkaca kaca. Dia yang kukagumi diam- diam ternyata juga menaruh hati padaku, namun disembunyikannya dengan rapat. Masih kuingat tatapan matanya yang hangat lekat menatapku, namun tak ada senyum dibibir nya. Hanya anggukan kepala disetiap perjumpaan kami tanpa disengaja.
Duapuluh lima tahun yang lalu bukan waktu sebentar menyimpan kisah ini, dan semuanya baru kuketahui dari sahabatmu yang hari ini jadi pasien ku, diammu membawa luka untukku, kuberjanji akan kukirimkan doa disetiap sujudku untukmu.
Perlukah rasa kagum pada seseorang kita ungkapkan? Wajarkah seorang wanita menyatakan kekagumannya? Pada saat itu tak mungkin dan tabu. dan penyesalan, hampa dan marah pada diri sendiri, dan marah pada sahabatnya yang tetap menyimpan rapat semua kisah sendu ini.
Apa yang kamu inginkan jika karier mu bagus tapi tidak bahagia? Bahagia dalam artian ingin dimiliki dan memiliki orang yang kamu kagumi, dicintai dan sebersit ada rasa sayang yang abadi? Misteri apa yang terjadi sehingga semua harus disimpan rapat- rapat? Diakhir cerita kita akan menemukan ternyata semua karena pengabdian pada yang lebih dicintainya dari seisi dunia.(Lasia Kabran)
Posting Komentar untuk "Diammu memendam cinta"