Harapan 4
Musim kemarau di desa Sukajadi terasa gerah, Semilir angin menerpa ranting bambo dan pelepah nyiur angin sepoi memasuki rumah melalui jendela yang kubuka lebar. Aroma angin laut terasa syahdu mataku terasa berat. Intan menghampiriku dengan menunjukkan buku hikayat Lancang Kuning, dia ingin aku membacakan untuknya. Aku janjikan malam saja membacanya. Anak baik ini mengagguk dan duduk disampingku sambil menyenderkan tubuh mungilnya dipangkuanku.
Sayup dari kejauhan suara adzan Asyar berkumandang. Aku dan Intan beranjak melaksanakan Sholat Fardu. Selesai sholat aku mengajak Intan menyiram bunga dan menata tanaman di taman kecil samping rumah sewaku.
Udara senja mulai terasa segar, angin laut pasang terasa sejuk menerpa kulitku. Intan sudah mandi dan berpakaian rapi. Rambut panjangnya kuikat dan kuberi pita warna biru sesuai dengan bajunya yang baru kubelikan beberapa waktu lalu, serasi dan manis. Ayah Intan, Husin menelpon memberikan kabar perjalanannya menuju desa Sukajadi dari Dumai.
Kudengar ayah dan anak berbicara saling melepaskan rindu. Intan berlari kecil kearahku, dan menyerahkan gawainya, pertanda ayahnya ingin berbicara. Aku menggelengkan kepala, Intan memahami bahwa aku tak ingin berbicara. Namun matanya meredup ada genangan airmata dikelopaknya, hatiku iba melihatnya. Kuraih gawainya ,” Melati, thanks honest” dan sambungan telepon itupun terputus tanpa ucapkan salam akhiri perbincangan, aku tau dia gugup sebagaimana aku gugup mendengar suaranya. { Lasia Kabran}
#HARAPAN 4
Semangat berkarya Ibu, semoga sehat selalu.
BalasHapusTerima kasih sudah memberikan contoh Bu, sangat menginspirasi saya.
BalasHapus